Jumat, 15 Mei 2015

Mola Hidatidosa



Rancangan Diskusi Mola Hidatidosa

Disusun untuk melengkapi tugas mahasiswa mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia pada semester genap tahun ajaran 2014/2015

Dosen Pembimbing : Gita Kostania, S.ST, M.Kes.




http://spmbpoltekkessolo.files.wordpress.com/2011/02/logo-jurusan.gif









Disusun  Oleh :
Anin Shita Hartianti       (P27224014006)
Avida Iffah Muqqodimah (P27224014015)
Febriska Herovi K D       (P27224014034)
                 Kelas :  DIII  Reguler A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl. Ksatrian No.2, Danguran, Klaten 57425 Telp. (0272) 321941

 











 
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.

B.   Tujuan Penulisan
1.   Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk melengkapi tugas Kebutuhan Dasar Kebidanan semester 2 tahun ajaran 2014/2015





BAB II
TINJAUAN TEORI

A.        Pengertian Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janain dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

B.        Tanda Dan Gejala Mola Hidatidosa
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain – lain,hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus – kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringan belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit.Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata – rata 12 -14 minggu. Sifat perdarahan biasa intermitten, sedikit – sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai oleh preeklamsia ( eklamsia ), hanya perbedaannya adalah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit yang lain pada akhir – akhir ini banyak di kasus banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda – tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tanda – tanda preeklamsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli trofoblas ke paru – paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi seltrifoblas ke paru- paru tanpa memberikan gejal apa – apa. Akan tetapi, pada mola kadang – kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru akut yang biasa menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein,baik unilateral maupun bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus – kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2 %, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50 %. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus – kasus tanpa kista.

C.        Diagnosis Mola Hidatidosa
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan amenorea, perdarahan per vaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti dan tidak terdapat tanda – tanda adanya janin didalamnya seperti balottemen pada pada palpasi, gerak janin pada auskultasi, kerangka janin pada pemeriksaan Roentgen, dan denyut jantung pada ultrasonografi. Perdarahan merupakan gejala yang sering ditemukan. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG)  dalam darah atau urin, baik secara biosay, immunosay, maupun radioimmunosay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke 100, sangat sugestif.
1.      Pemeriksaan palpasi :
a.      Uterus
1)    Lebih besar dari usia kehamilan ( 50% - 60%)
2)    Besarnya sama dengan usia kehamilan ( 20% - 25% )
3)    Lebih kecil dari usia kehamilan ( 5- 10%)
b.      Palpasi lunak seluruhnya
1)    Tidak teraba bagian janin
2)    Terdapat bentuk asimetris,bagian menonjol agak padat ( mola destruen ).
2.      Pemeriksaan MRI
a.    Tidak tampak janian
b.    Jaringan mola jelas terlihat.
        Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
        Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanyasudah terlambat karena pengeluaran umumnya disertai perdarahan yang banyak dan kaeadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosa mola sebelum keluar

D.        Penatalaksanaan dan Pengobatan
1.      Kuretase isap (suction curettage)
Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.
2.      Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5% keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin, kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.
3.      Program lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG), menggunakan  radioimmunoassay untuk submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah untuk metastase.
Apabila 2 titer  chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain titer  chorionic gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.

E.        Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi.akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2 % dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sebagian kelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi kaziokarsinoma.
Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut negatif,  ibu boleh pulng dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD.















BAB III
PEMBAHASAN

Seorang perempuan usia 34 tahun hamil ke-empat belum pernah keguguran datang ke tempat bidan pada tanggal 22 Oktober 2013 karena mengalami perdarahan sejak 4 jam sebelumnya. Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) tanggal 15 Juli 2013. Ibu tidak mengeluhkan nyeri pada perutnya. Hasil pemeriksaan : BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi : teraba ballotement TFU setinggi pusat, bagian janin sulit dirasakan, DJJ tidak terdengar, odema pada ekstremitas, inspekulo : perdarahan pada OUE.
A.        Pemecahan Kasus
Mola Hidatidosa dapat ditangani dengan pemeriksaaan USG dan dilakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap.
B.        Pembahasan
1.    Identifikasi istilah asing
a.    Ballotement
Ballotement adalah pantulan yang terjadi ketika jari pemeriksa mengetuk janin yang mengapung dalam uterus, menyebabkan janin berenang, mengapung dalam posisinya.
b.    TFU  (Tinggi Fundus Uteri)
c.    Odema
Odema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh penimbunan cairan di dalam jaringan tubuh. Penumpukan cairan itu terjadi di bawah kulit pada bagian tertentu, seperti kaki, paru-paru, rongga perut, otak, dll.
d.    Ektremitas
Ekstrminitas adalah angota badan seperti lengan dan tungkai . ekstreminitas terdiri dari tulang dan otot .ekstreinitas tulang yakni contoh nya pada sistem rangka tubuh manusia.

e.    Inspekulo
Pemeriksaan Inspekulo adalah merupakan suatu cara pemeriksaan yang dapat dilihat oleh tenaga kesehatan dengan speculum yang dimasukkan ke dalam liang senggama sehingga vagina terbuka dan dapat terlihat kondisi bagian dalamnya.
f.     OUE (Ostium Uteri Eksternum) Serviks
Serviks (leher rahim) adalah bagian bawah rahim berbentuk melingkar yang berbatasan dengan vagina, terdiri dari jaringan berserat dan sebagian besar otot.
2.    Identifikasi gejala
a.    Data Subyektif : Ibu tidak mengeluh nyeri padac perutnya
b.    Data Obyektif :
1.    BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu)
2.    TD 145/85 mmHg
3.    Teraba ballotement TFU setinggi pusat
4.    Bagian janin sulit dirasakan
5.    DJJ tidak terdengar
6.    Odema pada ekstremitas
7.    Perdarahan pada OUE
3.    Diagnosa dan Masalah
a.    Diagnosa : Ibu mengalami Mola Hidatidosa komplit
b.    Masalah : BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi : teraba ballotement TFU setinggi pusat, bagian janin sulit dirasakan, DJJ tidak terdengar, odema pada ekstremitas, inspekulo : perdarahan pada OUE.
4.    Diagnosa Potensial dan Antisipasi
a.    Diagnosa Potensial : mola hidatidosa yang disebabkan karena fertilisasi sel telur yang telah hilang atau tidak aktif sehingga mola tidak mengandung hasil konsepsi.
b.    Diagnosa Antisipasi : pemberian infus berupa oksitosin, penggunaan kontrasepsi hormonal, pemantauan



5.    Tindakan Segera
a.    Lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 unit oksitosin ke dalam 500 ml cairan IV ( NaCl/RL) dengan kecepatan 40-60 tetes permenit
b.    Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal apabila pasien tersebut masih menginginkan keturunan.
c.    Lakukan pemantauan 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca evakuasi dengan menggunakan tes kehamilan dengan urine
6.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
a.       Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b.      Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada  Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.       Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
d.      Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.       Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. 
7.    Penyebab
a.    Tidak ada buah kehamilan (agenesis) atau ada perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan 3-4 minggu.
b.    Aliran darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, sehingga terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas.
c.    Kelainan substansi kromosom (kromatin) seks.
d.     Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat  dikeluarkan.
e.    Imunoselektif dari tropoblast
f.     Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
g.    Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
h.    Kekurangan gizi pada ibu hamil.
i.      Kelainan rahim.
j.      Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.
8.    Komplikasi
a)    Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
b)    Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.
c)    Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
d)    Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
e)    Embolitrofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.
























BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Seorang perempuan usia 34 tahun hamil ke-empat belum pernah keguguran datang ke tempat bidan pada tanggal 22 Oktober 2013 karena mengalami perdarahan sejak 4 jam sebelumnya. Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) tanggal 15 Juli 2013. Ibu tidak mengeluhkan nyeri pada perutnya. Hasil pemeriksaan : BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi : teraba ballotement TFU setinggi pusat, bagian janin sulit dirasakan, DJJ tidak terdengar, odema pada ekstremitas, inspekulo : perdarahan pada OUE.
Berdasarkan analisis data ibu mengalami penyulit / komplikasi dalam kandungan berupa mola hidatidosa yang disebabkan karena fertilisasi sel telur yang telah hilang atau tidak aktif sehingga mola tidak mengandung hasil konsepsi.
Mola Hidatidosa dapat ditangani dengan pemeriksaaan USG dan dilakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap.














DAFTAR PUSTAKA

A.        BUKU
Manuaba, Chandranita, dkk.2007.Pengantar Kuliah Obstetri, edisi I.EGC:Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono.2009.Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC : Jakarta.

B.        INTERNET
http://infobidan-idha.blogspot.com (diakses tanggal 4 April 2015)
http://rhieaeneszt.blogspot.com (diakses tanggal 4 April 2015)
http://www.oshigita.wordpress.com/ (diakses tanggal 4 April 2015)













LAMPIRAN


1.    Anin Shita Hartianti                 : Membuat Power Point
2.    Avida Iffah Muqoddimah        : Mengolah data
3.    Febriska Herovi K D               : Membuat makalah