Rancangan Diskusi Mola Hidatidosa
Disusun untuk melengkapi tugas mahasiswa mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia pada semester genap tahun ajaran 2014/2015
Dosen Pembimbing : Gita Kostania, S.ST, M.Kes.
Disusun Oleh :
Anin Shita Hartianti (P27224014006)
Avida Iffah Muqqodimah (P27224014015)
Febriska
Herovi K D (P27224014034)
Kelas : DIII
Reguler A
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
Jl.
Ksatrian No.2, Danguran, Klaten 57425 Telp. (0272) 321941
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan
ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus
tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif
dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah
anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu
tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
Sebagian dari villi berubah menjadi
gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada
mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum
uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak
adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan
kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex
chromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista
lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat
mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi
karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista
ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
untuk melengkapi tugas Kebutuhan Dasar Kebidanan semester 2 tahun ajaran
2014/2015
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Mola Hidatidosa
Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janain dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm ( Sarwono
Prawirohardjo, 2010).
Mola
Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna)
(Mochtar, 2000).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi
sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati
dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah
besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
B.
Tanda Dan
Gejala Mola Hidatidosa
Pada
permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain – lain,hanya saja derajat keluhannya
sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya
besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus – kasus yang
uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringan belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan
merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit.Gejala perdarahan ini biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata – rata 12 -14 minggu. Sifat
perdarahan biasa intermitten, sedikit – sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola
hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga
pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai oleh preeklamsia ( eklamsia
), hanya perbedaannya adalah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda
daripada kehamilan biasa. Penyulit yang lain pada akhir – akhir ini banyak di
kasus banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata
menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda – tanda
tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tanda – tanda
preeklamsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid.
Penyulit lain
yang mungkin terjadi ialah emboli trofoblas ke paru – paru. Sebetulnya pada
tiap kehamilan selalu ada migrasi seltrifoblas ke paru- paru tanpa memberikan
gejal apa – apa. Akan tetapi, pada mola kadang – kadang jumlah sel trofoblas
ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru akut yang
biasa menyebabkan kematian.
Mola
hidatidosa sering disertai dengan kista lutein,baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan,
tetapi ada juga kasus – kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu
follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2
%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50 %. Kasus mola dengan
kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi
keganasan di kemudian hari daripada kasus – kasus tanpa kista.
C.
Diagnosis
Mola Hidatidosa
Adanya mola
hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan amenorea, perdarahan per vaginam,
uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda
kehamilan pasti dan tidak terdapat tanda – tanda adanya janin didalamnya
seperti balottemen pada pada palpasi, gerak janin pada auskultasi, kerangka
janin pada pemeriksaan Roentgen, dan denyut jantung pada ultrasonografi.
Perdarahan merupakan gejala yang sering ditemukan. Untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin
(hCG) dalam darah atau urin, baik secara biosay, immunosay, maupun
radioimmunosay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke 100, sangat sugestif.
1.
Pemeriksaan
palpasi :
a.
Uterus
1)
Lebih
besar dari usia kehamilan ( 50% - 60%)
2)
Besarnya
sama dengan usia kehamilan ( 20% - 25% )
3)
Lebih
kecil dari usia kehamilan ( 5- 10%)
b.
Palpasi
lunak seluruhnya
1)
Tidak
teraba bagian janin
2)
Terdapat
bentuk asimetris,bagian menonjol agak padat ( mola destruen ).
2.
Pemeriksaan
MRI
a.
Tidak
tampak janian
b.
Jaringan
mola jelas terlihat.
Bila
belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan
gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran
seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis
yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun, bila
kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanyasudah terlambat karena
pengeluaran umumnya disertai perdarahan yang banyak dan kaeadaan umum pasien
menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosa mola sebelum keluar
D.
Penatalaksanaan
dan Pengobatan
1. Kuretase isap (suction curettage)
Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian
hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase
isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai
dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus
dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan
darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya
dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.
2. Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi
pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi
menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di
dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual
sampai 3-5% keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri setelah
pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin,
kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan
pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.
3. Program lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati
dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG),
menggunakan radioimmunoassay untuk submit beta, setiap
satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna
diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien
disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic
gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi
oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran
uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah
untuk metastase.
Apabila 2 titer chorionic gonadotropin yang
berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase,
pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional
dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala
keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita
penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase
keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain
titer chorionic gonadotropin yang persisten atau
meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi
perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi
perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.
E.
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa
disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Di
negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi.akan tetapi, di negara
berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2 % dan 5,7%. Sebagian
dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan,
tetapi ada sebagian kelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi
keganasan menjadi kaziokarsinoma.
Bila tindakan penanganan dan pengobatan
telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil
kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari
dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut
negatif, ibu boleh pulng dengan diberi konseling penggunaan alat
kontrasepsi untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang
perempuan usia 34 tahun hamil ke-empat belum pernah keguguran datang ke tempat
bidan pada tanggal 22 Oktober 2013 karena mengalami perdarahan sejak 4 jam
sebelumnya. Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) tanggal 15 Juli 2013. Ibu
tidak mengeluhkan nyeri pada perutnya. Hasil pemeriksaan : BB 65 Kg (tidak naik
dari BB kunjungan lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi : teraba ballotement TFU
setinggi pusat, bagian janin sulit dirasakan, DJJ tidak terdengar, odema pada
ekstremitas, inspekulo : perdarahan pada OUE.
A.
Pemecahan
Kasus
Mola Hidatidosa dapat ditangani dengan pemeriksaaan USG
dan dilakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari,
penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap.
B.
Pembahasan
1. Identifikasi istilah asing
a.
Ballotement
Ballotement adalah pantulan yang
terjadi ketika jari pemeriksa mengetuk janin yang mengapung dalam uterus,
menyebabkan janin berenang, mengapung dalam posisinya.
b.
TFU (Tinggi Fundus Uteri)
c. Odema
Odema adalah pembengkakan yang
disebabkan oleh penimbunan cairan di dalam jaringan tubuh. Penumpukan cairan
itu terjadi di bawah kulit pada bagian tertentu, seperti kaki, paru-paru,
rongga perut, otak, dll.
d.
Ektremitas
Ekstrminitas
adalah angota badan seperti lengan dan tungkai . ekstreminitas terdiri dari
tulang dan otot .ekstreinitas tulang yakni contoh nya pada sistem rangka tubuh
manusia.
e.
Inspekulo
Pemeriksaan Inspekulo adalah merupakan
suatu cara pemeriksaan yang dapat dilihat oleh tenaga kesehatan dengan speculum
yang dimasukkan ke dalam liang senggama sehingga vagina terbuka dan dapat
terlihat kondisi bagian dalamnya.
f.
OUE
(Ostium Uteri Eksternum) Serviks
Serviks (leher rahim) adalah bagian bawah rahim berbentuk melingkar yang berbatasan dengan vagina,
terdiri dari jaringan berserat dan sebagian besar otot.
2. Identifikasi gejala
a.
Data
Subyektif : Ibu tidak mengeluh nyeri padac perutnya
b.
Data
Obyektif :
1.
BB
65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu)
2.
TD
145/85 mmHg
3.
Teraba
ballotement TFU setinggi pusat
4.
Bagian
janin sulit dirasakan
5.
DJJ
tidak terdengar
6.
Odema
pada ekstremitas
7.
Perdarahan
pada OUE
3. Diagnosa dan Masalah
a.
Diagnosa
: Ibu mengalami Mola Hidatidosa komplit
b.
Masalah
: BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi :
teraba ballotement TFU setinggi pusat, bagian janin sulit dirasakan, DJJ tidak
terdengar, odema pada ekstremitas, inspekulo : perdarahan pada OUE.
4. Diagnosa Potensial dan
Antisipasi
a.
Diagnosa
Potensial : mola
hidatidosa yang
disebabkan karena fertilisasi
sel telur yang telah hilang atau tidak aktif sehingga mola tidak mengandung
hasil konsepsi.
b.
Diagnosa
Antisipasi : pemberian infus berupa oksitosin, penggunaan kontrasepsi hormonal,
pemantauan
5. Tindakan Segera
a.
Lakukan
evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus
10 unit oksitosin ke dalam 500 ml cairan IV ( NaCl/RL) dengan kecepatan 40-60
tetes permenit
b.
Pasien
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal apabila pasien tersebut masih
menginginkan keturunan.
c.
Lakukan
pemantauan 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca evakuasi dengan menggunakan
tes kehamilan dengan urine
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang biasa dilakukan
pada mola hidatidosa adalah :
a.
Diagnosis dini akan menguntungkan
prognosis
b. Pemeriksaan
USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya
sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan
serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin.
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan
perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.
Lakukan pengosongan jaringan mola
dengan segera
d.
Antisipasi komplikasi (krisis
tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.
Lakukan pengamatan lanjut hingga
minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa
penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung
berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan
efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan
dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah
tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara
bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani
komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan
setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau
invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara
klinis dan USG tiap 2 minggu.
7. Penyebab
a.
Tidak ada buah kehamilan (agenesis)
atau ada perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan,
pada usia kehamilan 3-4 minggu.
b.
Aliran darah yang terus berlangsung
tanpa bakal janin,
sehingga terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas.
c.
Kelainan substansi kromosom (kromatin)
seks.
d.
Faktor ovum : ovum memang
sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
e.
Imunoselektif dari tropoblast
f.
Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
g.
Kekurangan protein dan asam folat,
infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
h.
Kekurangan gizi pada ibu hamil.
i.
Kelainan rahim.
j.
Wanita dengan usia dibawah 20 tahun
atau diatas 40 tahun.
8. Komplikasi
a)
Perforasi uterus saat melakukan
tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus
luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil
tindakan dengan bantuan laparoskop.
b)
Perdarahan (hemorrhage)
merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation)
mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi
mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang
sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.
c)
Penyakit trofoblas ganas (malignant
trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu,
quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah
evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
d)
Pembebasan faktor-faktor pembekuan
darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu,
semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy
(DIC).
e)
Embolitrofoblas
dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko
terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational
age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang perempuan usia 34 tahun hamil
ke-empat belum pernah keguguran datang ke tempat bidan pada tanggal 22 Oktober
2013 karena mengalami perdarahan sejak 4 jam sebelumnya. Hari Pertama
Menstruasi Terakhir (HPMT) tanggal 15 Juli 2013. Ibu tidak mengeluhkan nyeri
pada perutnya. Hasil pemeriksaan : BB 65 Kg (tidak naik dari BB kunjungan
lalu), TD 145/85 mmHg, palpasi : teraba ballotement TFU setinggi pusat, bagian janin
sulit dirasakan, DJJ tidak terdengar, odema pada ekstremitas, inspekulo :
perdarahan pada OUE.
Berdasarkan analisis data ibu
mengalami penyulit / komplikasi dalam kandungan berupa mola hidatidosa yang disebabkan karena fertilisasi
sel telur yang telah hilang atau tidak aktif sehingga mola tidak mengandung
hasil konsepsi.
Mola
Hidatidosa dapat ditangani dengan pemeriksaaan USG dan dilakukan pengosongan
jaringan mola dengan segera. Apabila
pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah
evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap.
DAFTAR PUSTAKA
A.
BUKU
Manuaba, Chandranita,
dkk.2007.Pengantar Kuliah Obstetri, edisi I.EGC:Jakarta.
Prawirohardjo,
Sarwono.2009.Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo:Jakarta.
Prawirohardjo,
Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta.
Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC : Jakarta.
B.
INTERNET
http://infobidan-idha.blogspot.com
(diakses tanggal 4 April 2015)
http://rhieaeneszt.blogspot.com
(diakses tanggal 4 April 2015)
http://www.oshigita.wordpress.com/
(diakses tanggal 4 April 2015)
LAMPIRAN
1.
Anin
Shita Hartianti : Membuat
Power Point
2.
Avida
Iffah Muqoddimah : Mengolah data
3.
Febriska
Herovi K D : Membuat makalah