A.
DAMPAK KORUPSI TERHADAP EKONOMI
Korupsi mengurangi kemampuan
pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat
kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan
dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan,
misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah
akan mendorong terjadinya inefisiensi.
Korupsi mendistorsi insentif
seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan
untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif
value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya
produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen
dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
kesejahteraan masyarakat yang turun.
Korupsi mereduksi peran
pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi,
pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan
memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Korupsi mengurangi legitimasi
dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti
ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari
tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau
pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana
terjadi dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka
kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-program pemerintah
sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi
potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002),
perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran
korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak
resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara
negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin
pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja).
Korupsi
memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam
sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro
menerangkan hubungan antara korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki
korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan
pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini
merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi memiliki
hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi
lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa,
yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun
disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif
misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan
negatif value added bagi perekonomian
secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam
perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya
terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat.
Berbagai
macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi
sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan
terjadi, yaitu:
1. Lesunya
Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Korupsi
bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam
negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan
ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam
negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.
Penanaman
modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA) yang
semestinya bisa digunakan untuk pembangunan negara menjadi sulit sekali
terlaksana, karena permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan
investasi, selain masalah stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC
(Political and Economic Risk Consultancy)
pada akhirnya hal ini akan menyulitkan pertumbuhan investasi di
Indonesia, khususnya investasi asing karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal
ini jelas karena terjadinya tindak korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan
yang secara langsung maupun tidak mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan
pihak investor asing untuk menanamkan investasinya ke Indonesia.
Kondisi
negara yang korup akan membuat pengusaha multinasional meninggalkannya, karena
investasi di negara yang korup akan merugikan dirinya karena memiliki ‘biaya
siluman’ yang tinggi. Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan dampak korupsi
pada pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara langsung
dan tidak langsung adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi
ekonomi dan pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi
di suatu negara adalah ancaman serius bagi investasi yang ditanam.
2. Penurunan
Produktifitas
Dengan
semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka tidak dapat disanggah
lagi, bahwa produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan
terhambatnya sektor industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau
melakukan pengembangan kapasitas. Penurunan produktifitas ini juga akan
menyebabkan permasalahan yang lain, seperti tingginya angka PHK dan
meningkatnya angka pengangguran. Ujung dari penurunan produktifitas ini adalah
kemiskinan masyarakat.
3. Rendahnya
Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik
Ini adalah
sepenggal kisah sedih yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi
apabila kualitas jalan raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang
melintasinya. Hal ini mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana
angkutan umum yang baik, manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan
departemen yang bersangkutan tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada,
selalu berkelit bahwa mereka telah bekerja sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
Rusaknya
jalan-jalan, ambruknya jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang
tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan
masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan
sekolah, merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa
sebagai akibat korupsi. Korupsi menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor
publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan
dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat
birokrasi yang korup akan menambah kompleksitas proyek tersebut untuk
menyembunyikan berbagai praktek korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi
berakibat menurunkan kualitas barang dan jasa bagi publik dengan cara
mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, syarat-syarat material
dan produksi, syarat-syarat kesehatan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan
lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur
dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
4. Menurunnya
Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak
Sebagian
besar negara di dunia ini mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting
untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa
publik, sehingga boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi
negara. Di Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Meterai (BM), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak
berfungsi sebagai stabilisasi harga sehingga dapat digunakan untuk
mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak juga mempunyai fungsi redistribusi
pendapatan, di mana pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan digunakan
untuk pembangunan, dan pembukaan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan
menyejahterakan masyarakat. Pajak sangat penting bagi kelangsungan pembangunan
negara dan kesejahteraan masyarakat juga pada akhirnya.
Kondisi
penurunan pendapatan dari sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak
sekali pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan memperkaya diri sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan
berakibat juga pada percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri,
inilah letak ketidakadilan tersebut.
5. Meningkatnya
Hutang Negara
Kondisi
perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua negara
termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memaksa negara-negara
tersebut untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang
melambat karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk
membangun infrastruktur penting. Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi
yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin
besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang,
Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei
2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah
angka yang fantastis. Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman
sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga
Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang
sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar,
2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi utang pemerintah terus meningkat
dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar
US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik
hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85 triliun). Posisi utang pemerintah saat ini juga naik
dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB
Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat
sebesar 26%.
Sementara
untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang
pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722
miliar pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja,
pinjaman luar negeri swasta telah
meningkat 12,6% atau naik dari US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang
pada tiga bulan pertama tahun ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang
oleh pihak non-bank sebesar US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055
miliar (www.metronews.com /read/news/ 2011,14 Juni 2011).
Bila
melihat kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk
kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan
untuk menutup defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan.
Kita tidak bisa membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara
yang kian membengkak ini digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak
produktif dan dikorupsi secara besar-besaran.
B. DAMPAK KORUPSI TERHADAP SOSIAL DAN KEMISKINAN
Ada beberapa dampak buruk yang akan
diterima oleh kaum miskin akibat korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan
sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat
dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi
tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui ditengah–tengah
masyarakat. Kedua,
Investasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong
kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan membangun
prasarana yang mercusuar namun minim manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau
toh ada biasanya momen menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan
dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal
ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal
pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum miskin akan menghadapi
kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan tingginya biaya
baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika
seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini dilakukan agar proses
dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah “kalau bias
dipersulit kenapa dipermudah”.
Korupsi, tentu
saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa
dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja
Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah
pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga
BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok
seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran
bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para
koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat
pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh
negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut
telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan
negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk
kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin.
Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang
rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat
miskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar